Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

Rabu, 30 November 2011

Rabu, 30 November 2011

Peran TNI Dan POLRI Dalam Menegakkan Kedaulatan di Tambang Freeport

By Suripto, S.H. (Anggota DPR RI, mantan BAKIN)

Dari tahun 1967 sampai dengan 2OOO,
peran Tentara Nasional lndonesia-Angkatan Darat (TNI-AD)Â dalam
memelihara keamanan dan pertahanan sangat dominan di Papua pada umumnya
dan di daerah tambang Freeport khususnya.

Sejak tahun 2001 sampai dengan sekarang, peran Kepolisian lndonesia
(Polri) dalam memelihara keamanan dan ketertiban umum sangat menonjol di
daerah tersebut di atas. Sedangkan peran TNI lebih ditujukan untuk
menghadapi datangnya ancaman dari luar. Adapun jika terjadi ancaman yang
datangnya dari dalam negeri seperti konflik horizontal peran TNI hanya
sebagai unsur bantuan atau pendukung saja.

Jadi jika terjadi konflik-konflik horizontal maupun vertikal di dalam
negeri, maka hal ini menjadi tanggung jawab penuh Polri. TNI baru
dilibatkan jika ada permintaan dari Kesatuan Polri.

Saat ini konflik atau perang yang terjadi di berbagai negara tidak lagi
berlatar belakang ideologi. Maka era Perang Dingin sudah usai. Kini kita
menjumpai konflik atau perang yang berbeda motivasinya, seperti konflik
bahkan perang yang terjadi di Angota dan Sierra Leone adalah berlatar
belakang perebutan kawasan yang mengandung deposit berlian. Begitu juga
konflik bersenjata di Kongo dipicu oleh perebutan sumber daya alam emas
dan tembaga. Perang yang hingga saat ini masih berlangsung di
Afganistan, bermotivasi penguasaan jalur suplai minyak dan gas dari Asia
Tengah ke Pantai Asia Selatan yang mempunyai jalan laut yakni Samudera
Hindia. Perang yang terjadi di lraq pun berlatar belakang penguasaan
sumber daya alam minyak dan gas bukan semata-mata bermotivasi
menggulingkan Saddam Husein yang otoriter.

Selanjutnya perlu dicermati pula peristiwa yang baru-baru ini terjadi di
Libya, apakah revolusi yang terjadi di negeri ini murni gerakan
reformasi pro demokrasi atau ada hidden agenda, yaitu masalah perebutan
deposit minyak mentah di negara itu.

Sehingga setelah Perang Dingin usai maka muncul bentuk perang baru yaitu apa
yang dinamakan Resource War, yaitu perang yang dipicu atau berlatar belakang
perebutan sumber daya
alam, seperti; minyak, gas, emas, berlian, tembaga, bahkan air rninum.

Konflik yang terjadi di Papua pada umumnya dan di Freeport khususnya
perlu kita cermati, apakah keberadaan perusahaan asing di daerah
tersebut memicu terjadinya konflik seperti yang ditengarai di
negara-negara lain yang mengandung sumber daya alam yaitu terjadinya apa
yang disebut "Resource War".

kalau demikian bagaimana semestinya peran TNI dan Polri dalam menjaga
martabat dan integritas Bangsa lndonesia serta menegakkan kedaulatan
Republik lndonesia. Apakah TNl dan Polri sudah siap serta waspada
menghadapi tantangan berupa Resource War yang dapat berdampak terjadinya
disintegrasi Bangsa lndonesia?

Sumber Konflik di Freeport
Keberadaan perusahaan asing, Amerika Serikat (AS), PT Freeport
lndonesia, yang beroperasi di sektor pertambangan mineral di papua
Barat, berdasarkan Perjanjian Kontrak Karya sejak tahun 1967 dan baru
akan berakhir tahun 2041, menurut informasi selama 43 tahun beroperasi
(1967-2010) telah menghasilkan 7,3 ton tembaga serta 724,1 juta ton
emas, dan merupakan penghasil emas terbesar di dunia.

Dari Kontrak Karya, lndonesia hanya menerima 1% sedangkan perusahaan AS
mendapat 99 %. Berdasarkan perhitungan, selama 43 tahun Freeport
rnengeruk kekayaan lndonesia sebesar Rp 8. 426, 7442 trilyun, bandingkan
dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) kita tahun ini
yaitu Rp 1.202 trilyun.

Adapun yang menjadi sumber konflik selama ini adalah pembagian hasil
keuntungan yang tidak adil. Tetapi di samping itu sumber konflik lainnya
adalah; pencemaran lingkungan, kerusakan lingkungan, tuntutan upah yang
lebih manusiawi bagi para karyawan/ buruh, dan masyarakat Papua yang
hingga kini masih tertinggal.

Pembagian keuntungan antara Pemerintah dengan PT Freeport berdasarkan
Kontrak Karya untuk pertambangan mineral yang tidak adil itu, maka
Pemerintah lndonesia mengusulkan agar dilakukan renegoisasi. Tampaknya
renegoisasi akan mengalami jalan buntu, sehingga mulai dirasakan rasa
kecewa masyarakat yang kritis yang menghendaki nasionalisasi dan
bermunculan issu seperti; lndonesia dijajah oleh modal
asing-kapitalisme, neo kolonialisme, dan anti Amerika. Bahkan perasaan
tidak puas dan kekecewaan ini kemudian berkembang sampai kepada issu
Pemerintah SBY adalah boneka Amerika.

Sumber konflik berikutnya ialah masalah pencemaran lingkungan, yaitu
limbah tambang yang menimbuni sungai Aikwa. Dari sample air menunjukan
bahwa air sungai mengandung racun yang dapat membunuh organisme sungai
yang sensitif, bermunculan tumbuhan yang berwarna hijau terang sepanjang
8 km. Di tepi sungai menunjukan bahwa kandungan tembaga dari limbah
telah mencemari sungai. Pencemaran lingkungan ini diakui juga oleh pakar
lingkungan dari AS yakni Harvey Himberg dan David Nelson yang terjun ke
lapangan selama beberapa hari menyusuri sungai Aikwa.

Kerusakan lingkungan pun terjadi di Pegunungan Grasberg karena
pengerukan-penggalian bukit itu yang mengandung emas dan tembaga. Setiap
harinya 230.000 ton limbah tailing di Sungai Aghawagon sebagai akibat
dari pengerukan itu. Kita dapat bayangkan tahun 2014 nanti, pencemaran
lingkungan dan kerusakan lingkungan bakal memusnahkan seluruh kekayaan
alam kita yang berada di Papua Barat. Bukan itu saja, tetapi akan
terjadi alienasi penduduk yang bermukim di sekitar itu, sehingga budaya
masyarakat di Papua juga bakal punah.

Sumber konflik lainnya ialah masalah tuntutan kenaikan upah dari
karyawan/ buruh PT Freeport lndonesia. Berdasarkan catatan Serikat
Pekerja, saat ini gaji karyawan terendah sebesar Rp 6 jutb per bulan.
Sementara itu kebutuhan hidup di lokasi pertambangan atau di Timika,
Papua Barat bisa mencapai tiga kali lipat bila dibandingkan dengan kota
besar seperti Jakarta.

Mereka protes karena gaji karyawan PT Freeport lndonesia terendah, di
Amerika sendiri lebih dari 30 kali lipat dari karyawan Papua, atau
hamper mencapai Rp 180 juta per bulan. Serikat Pekerja menuntut kenaikan
upah buruh sebesar Rp 2l juta per bulan. Sudah dua bulan lamanya para
karyawan memperjuangkan kenaikan upah namun sampai hari ini tuntutan
mereka belum dikabulkan oleh pihak Management PT Freeport. Malahan yang
terjadi adalah peristiwa penembakan oleh Satuan Polri terhadap buruh
yang mogok kerja. Sedikitnya ada l0 orang terluka pada peristiwa
berdarah yang terjadi pada tanggal l0 Oktober 2011.

Dari keterangan-keterangan yang dapat di kumpulkan, aksi pemogokan yang
dilakukan oleh karyawan/ buruh ini yang memang murni menuntut kenaikan
upah buruh mulai direkayasa, bahwa aksi ini diwarnai dengan muatan
politis, yaitu dikait-kaitkan dengan tuntutan referendum dan gerakan
Organisasi Papua Merdeka (OPM).

Keberpihakan Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Indonesia
Di muka telah disinggung bahwa kita sekarang berada di era bukan "Perang
Dingin" lagi tetapi di era “Resource War”, yaitu konflik atau perang
yang bersumber pada perebutan sumber daya alam.

Secara geo ekonomi politik, posisi lndonesia yang mengandung kekayaan
alam seperti: kayu hutan, ikan, air minum. mineral pertambangan, dan
energi minyak serta gas, sudah barang tentu menjadi incaran
negara-negara seperti; AS, China, lndia, Australia, Malaysia, Singapura,
bahkan Perancis dan lnggris untuk menguasai atau menguras sumberdaya
alam kita. Papua adalah salah satu wilayah lndonesia yang memiliki
kekayaan alam terbesar dan terbanyak jenis dan ragamnya dibandingkan
wilayah-wilayah lainnya. semestinya TNI dan Polri memprioritaskan
persepsi ancaman nasionalnya adalah sumber alam, yang disebut secara
ekplisit. Bukan dengan rumusan umum, yaitu ancaman non tradisional.
Tegas-tegas harus disebutkan ancaman terhadap sumber daya alam. Artinya
pengurasan sumber daya alam, pencernaran. lingkungan, kerusakan
lingkungan, alienasi penduduk di sekitar wilayah pertambangan, pembagian
hasil keuntungan, dan human security harus menjadi tolok ukur tentang adanya
ancaman nasional itu.

Maka kebijakan TNI dan Polri terhadap perusahaan asing yang
beroperasi,di tanah air kita jadi jelas. Sehingga dengan demikian maka
PT Freeport tidak semaunya sendiri untuk melakukan pelanggaran terhadap
ancaman nasional, seperti; pencemaran lingkungan, upah karyawan/ buruh
di bawah standar yang layalc alienasi penduduk, menolak renegoisasi
Kontrak Karya, tidak sewenang-wenang terhad ap human security.

Apabila hal ini telah menjadi persepsi ancaman nasional, maka setiap
pelanggaran harus dikenakan sangsi dan sangsi terberat adalah
nasionalisasi. Dengan demikian, jika Aparat TNI dan Polri berpihak
kepada Freeport yang melanggar ancaman nasional, maka harus dikenakan
sangsi yang berat juga, karena mereka telah melakukan pengkhianatan
terhadap negara dan rakyat lndonesia. Keberpihakan kepada Freeport ini
merupakan suatu pengkhianatan terhadap negara yang ancaman hukumannya
harus dipersamakan seperti teroris atau kegiatan spionase yang bekerja
untuk musuh negara.

Maka dana-dana yang telah dikeluarkan oleh Freeport untuk TNI maupun
Polri seiak tahun 1998 sampai sekarang harus diusut tuntas. Penerimaan
dana ini jelas merupakan salah satu bentuk keberpihakan kepada PT
Freeport lndonesia dan merupakan pengkhianatan terhadap negara dan
rakyat lndonesia.

Penutup
Kita sekarang berada pada era Resource War, maka kita harus jelas
sikapnya dalam peperangan ini. Kalau hukum perang yang diberlakukan,
maka dalam renegoisasi misalnya, maka kita hanya mengenal 'take it or
leave it' atau perdamaian tanpa syarat. Aparat Keamanan TNI dan Polri
yang berpihak pada perusahaan asing yang melanggar rambu-rambu persepsi
ancaman nasional harus di-cap sebagai PENGKHIANAT NEGARA, yang ancaman
hukumannya seperti teroris atau kegiatan spionase yang bekerja untuk
musuh negara.

-------------

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Blogger Templates